Suasana mencekam melanda Kampung Ulakin, Kabupaten Asmat, Papua Selatan, setelah aksi brutal Organisasi Papua Merdeka (OPM) pimpinan Elkius Kobak menewaskan seorang warga, Indra Guruwardana (22). Dalam peristiwa tragis itu, pelaku tidak hanya menembak korban hingga tewas, tetapi juga membakar rumahnya, memicu kepanikan luar biasa di kalangan warga dan pengabdi masyarakat.
Kapendam XXIV/Mandala Trikora Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono menyatakan, guru dan tenaga kesehatan yang berada di Kampung Binamzain memilih meninggalkan lokasi pengabdian mereka dan menuju Distrik Suator menggunakan perahu. “Tenaga pendidik dan kesehatan yang berada di Kampung Binamzain memilih meninggalkan lokasi menuju Distrik Suator menggunakan perahu,” jelasnya, Selasa (23/9/2025).
Situasi mencekam ini juga membuat warga setempat melarikan diri ke hutan untuk menyelamatkan diri. Tidak seorang pun berani kembali ke lokasi kejadian karena takut menjadi korban. “Peristiwa ini membuat warga Kampung Ulakin panik dan melarikan diri ke hutan untuk menyelamatkan diri,” tambah Letkol Iwan.
Tragisnya, jasad Indra Guruwardana hingga kini belum dievakuasi. Pelaku dilaporkan sempat menyeret jenazah korban sebelum membakar rumahnya. “Hingga saat ini jasad almarhum masih tergeletak di halaman rumah yang telah terbakar, dan warga belum ada yang berani kembali ke Kampung Ulakin,” tegas Iwan.
Kronologi penyerangan bermula pada Minggu (21/9) pagi sekitar pukul 06.30 WITA. Enam anggota OPM mendatangi rumah Khairul Sarikam (50), seorang pensiunan guru SD. Saat itu, hanya anaknya, Indra, yang berada di rumah. Ketika mencoba melarikan diri, Indra ditembak dua kali di punggung hingga meninggal di tempat. Jenazah korban kemudian diseret keluar rumah sebelum dibakar.
Khairul Sarikam tidak berada di rumah karena tengah menjaga istrinya yang akan melahirkan di Puskesmas Kolf Braza. Sementara seorang rekan korban, David (16), berhasil selamat dari serangan tersebut.
Tragedi ini kembali menegaskan ancaman serius yang ditimbulkan kelompok bersenjata di Papua. Tidak hanya merenggut nyawa warga sipil, kekerasan tersebut juga memaksa masyarakat, termasuk tenaga guru dan kesehatan, meninggalkan kampung demi keselamatan. Dampak psikologis dan sosial dari peristiwa ini diperkirakan akan panjang, mengganggu aktivitas belajar-mengajar dan layanan kesehatan di wilayah terdampak.
Kasus ini menambah daftar panjang kekerasan bersenjata di Papua, sekaligus menjadi pengingat bagi aparat keamanan dan pemerintah pusat untuk terus meningkatkan perlindungan terhadap warga sipil, guru, dan tenaga kesehatan di daerah konflik.