Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, mengkritik keras pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, program ini tidak hanya menyisakan masalah teknis, tetapi juga telah mengancam keselamatan guru dan siswa di sekolah.
“Presiden jangan main-main dengan nyawa anak. Kalau evaluasi tidak dilakukan segera, MBG bisa menjadi petaka baru bagi dunia pendidikan kita,” tegas Ubaid dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI, Senin (22/9/2025).
Ubaid menyebut setidaknya ada tujuh persoalan utama dalam program MBG:
1️⃣ Guru jadi tumbal – Guru dipaksa mengurus rantang, menghitung jatah makanan, bahkan mencicipi hidangan. Jika rantang hilang atau makanan rusak, guru harus mengganti. “Kalau ada keracunan, guru juga yang disalahkan,” ujarnya.
2️⃣ Konflik kepentingan – Banyak laporan menyebut adanya campur tangan tim sukses, pejabat, hingga anggota dewan dalam pengelolaan dapur MBG. Akibatnya, UMKM di sekitar sekolah justru gulung tikar.
3️⃣ Minim pengawasan – Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan tidak dilibatkan dalam distribusi maupun pengawasan keamanan pangan.
4️⃣ Akuntabilitas lemah – Badan Gizi Nasional (BGN) membuat aturan yang membungkam sekolah. “Ada MoU yang isinya sekolah dilarang speak up. Bahkan kalau terjadi kasus keracunan, tanggung jawab dialihkan ke sekolah,” tegas Ubaid.
5️⃣ Standar gizi rendah – Porsi kecil, kalori rendah, dan variasi menu tidak sesuai dengan kebutuhan anak-anak.
6️⃣ Nyawa anak terancam – Ubaid menilai MBG melanggar UU Perlindungan Anak. Beberapa siswa bahkan mengalami trauma setelah keracunan akibat program ini.
7️⃣ Orang tua dan masyarakat tidak dilibatkan – Padahal, suara mereka penting untuk pengawasan dan memastikan program berjalan aman.
Lebih jauh, Ubaid menegaskan MBG justru menggerus anggaran pendidikan. Dalam RAPBN 2026, sekitar 30% dana pendidikan dialihkan untuk MBG, sementara 60% sekolah dasar masih dalam kondisi rusak, jutaan guru belum tersertifikasi, dan 4,2 juta anak belum bisa mengakses pendidikan dasar.
“Anggaran pendidikan seharusnya diprioritaskan untuk kebutuhan mendasar, seperti perbaikan sekolah, sertifikasi guru, dan akses belajar bagi anak-anak. Bukan untuk proyek bermasalah seperti ini,” pungkas Ubaid.
Kritik JPPI ini menegaskan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap program MBG. Tanpa perbaikan, program yang awalnya dimaksudkan untuk meningkatkan asupan gizi anak-anak justru bisa menimbulkan risiko bagi kesehatan dan keselamatan mereka, serta membebani guru yang seharusnya fokus pada pembelajaran.