Anggota Komisi VIII DPR RI, Dini Rahmania, menyoroti masalah serius terkait ketersediaan guru di Sekolah Rakyat (SR). Menurutnya, pemerataan tenaga pendidik belum berjalan optimal, meski pemerintah tengah menggenjot penambahan jumlah Sekolah Rakyat di berbagai daerah.
“Pengawasan yang dilakukan sampai saat ini dengan mengunjungi beberapa SR menunjukkan adanya catatan penting untuk evaluasi ke depan. Salah satunya terkait ketersediaan guru, wali asuh, hingga kendala dana operasional,” kata Dini, Selasa (23/9/2025).
Komisi VIII menyatakan mendukung penuh program penambahan 65 Sekolah Rakyat baru. Kebijakan ini dinilai penting sebagai upaya pemenuhan hak pendidikan bagi anak-anak putus sekolah. Namun, Dini menegaskan bahwa tantangan terbesar justru terletak pada penyebaran tenaga pendidik. Menurutnya, tanpa distribusi guru yang merata dan mumpuni, kualitas pembelajaran di SR sulit mencapai hasil maksimal.
“Penyebaran tenaga pendidik yang mumpuni masih belum merata,” ujarnya.
Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa Sekolah Rakyat membutuhkan guru dengan kompetensi sesuai kurikulum yang kompleks. Selain itu, peran wali asuh serta pendanaan operasional yang jelas juga sangat diperlukan agar keberadaan sekolah ini benar-benar memberi dampak positif.
Status tenaga pendidik juga menjadi perhatian utama. Saat ini, sebagian besar kepala sekolah berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN), sementara banyak guru SR merupakan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) melalui jalur Kementerian Sosial.
“Komisi VIII menyoroti agar status dan kontrak PPPK SR diperjelas, terutama terkait kejelasan insentif yang mereka terima,” tegas Dini.
Sementara itu, Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul mengungkapkan bahwa tambahan 65 titik Sekolah Rakyat akan segera beroperasi pada September mendatang. “Hari ini kita memberikan pembekalan kepada 55 kepala sekolah rakyat. Ini adalah kali ketiga, yang insya Allah nanti akan bertugas pada bulan September di 65 titik,” ujarnya dalam kegiatan di Jakarta Selatan, 19 Agustus 2025.
Dengan adanya penambahan tersebut, target pembangunan 165 titik Sekolah Rakyat di tahun 2025 diyakini tercapai. Sekolah ini ditargetkan mampu menampung hingga 16.000 siswa dari berbagai daerah. “Mudah-mudahan bisa tercapai, sekitar 15.900 siswa, kurang lebih 16.000 lah,” tutur Gus Ipul optimistis.
Evaluasi yang dilakukan Komisi VIII menegaskan bahwa keberhasilan Sekolah Rakyat tidak cukup diukur dari jumlah bangunan yang berdiri. Faktor yang lebih krusial adalah kesiapan tenaga pendidik, kejelasan status serta insentif bagi guru, dan dukungan operasional yang memadai. Tanpa itu semua, keberadaan SR dikhawatirkan belum sepenuhnya menjadi solusi pendidikan bagi anak-anak Indonesia yang masih tertinggal.