Sri Rahmidani Imran, S.Hum, guru dari MTs. Al-Falah Arungkeke, memberikan pengalaman berharga setelah mengikuti Diklat Nasional bertema Deep Learning. Menurut beliau, pelatihan ini bukan hanya sekadar menambah wawasan baru, melainkan juga memberikan arah yang lebih jelas dalam merancang metode pembelajaran yang kompleks namun tetap terstruktur.
Dalam testimoninya, Sri Rahmidani menekankan bahwa konsep deep learning memberikan gambaran yang berbeda tentang bagaimana siswa seharusnya belajar. Tidak lagi sekadar menerima materi dari guru, melainkan aktif membangun pemahaman yang lebih mendalam dan menghubungkan pengetahuan tersebut dengan pengalaman nyata mereka. Beliau menyadari bahwa pendekatan seperti ini mampu membuat pembelajaran lebih bermakna serta mendorong siswa untuk berpikir kritis dan kreatif.
Namun, pelaksanaan konsep ini di lapangan tentu tidak selalu mudah. Salah satu tantangan utama yang beliau hadapi adalah persoalan jaringan. Dalam era digital saat ini, jaringan internet menjadi faktor penting dalam mendukung proses pembelajaran, terutama jika menggunakan media berbasis teknologi. Keterbatasan jaringan di sekolah membuat penerapan metode deep learning tidak selalu berjalan lancar. Meski demikian, hal tersebut tidak menyurutkan semangat beliau untuk terus mencoba. Baginya, setiap tantangan harus disiasati dengan kreativitas dan adaptasi.
Sri Rahmidani juga menyebut bahwa metode pembelajaran yang lebih kompleks tidak berarti sulit untuk diterapkan. Sebaliknya, kerumitan itu justru membuat pembelajaran lebih terarah karena guru didorong untuk merancang langkah-langkah secara sistematis. Melalui diklat ini, beliau memperoleh gambaran tentang bagaimana membuat alur pembelajaran yang jelas, dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi. Dengan demikian, setiap kegiatan belajar memiliki tujuan yang terukur dan hasil yang lebih nyata.
Selain itu, beliau merasa bahwa deep learning sangat relevan dengan kebutuhan pendidikan masa kini. Siswa bukan lagi cukup dengan menguasai pengetahuan di permukaan, tetapi harus mampu memahami konsep mendasar dan mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari. Melalui metode ini, guru dapat membimbing siswa untuk menemukan makna dari apa yang mereka pelajari. Misalnya, ketika mempelajari materi sosial, siswa diajak untuk menghubungkannya dengan kondisi masyarakat di sekitar mereka. Hal ini membuat pembelajaran terasa lebih hidup dan kontekstual.
Dari pengalaman mengikuti diklat, Sri Rahmidani mengakui bahwa ia kini lebih memahami pentingnya peran guru sebagai fasilitator. Guru tidak lagi sekadar menjadi penyampai informasi, tetapi juga perancang pengalaman belajar yang efektif. Dengan cara ini, siswa diberi ruang untuk mengeksplorasi, berdiskusi, dan berkolaborasi. Pembelajaran pun menjadi sebuah proses interaktif yang menyenangkan, bukan sekadar kegiatan rutin di kelas.
Beliau menegaskan bahwa meskipun keterbatasan jaringan dan fasilitas masih menjadi kendala, semangat untuk mengimplementasikan metode pembelajaran yang lebih kompleks dan terarah tetap kuat. Diklat ini memberinya keyakinan bahwa setiap guru memiliki potensi untuk berinovasi, asalkan ada kemauan dan dukungan. Sri Rahmidani berharap, ke depan, sarana dan prasarana pendidikan dapat semakin ditingkatkan sehingga penerapan deep learning bisa berjalan lebih maksimal.
Testimoni ini menunjukkan bagaimana pelatihan deep learning mampu membuka wawasan baru sekaligus memberikan arah praktis bagi para guru. Bagi Sri Rahmidani Imran, hasil terbesar dari diklat ini adalah lahirnya pemahaman tentang pentingnya merancang metode pembelajaran yang tidak hanya kompleks, tetapi juga terarah. Ia percaya bahwa melalui upaya ini, siswa akan mampu berkembang menjadi generasi yang lebih kritis, kreatif, dan siap menghadapi tantangan masa depan.
