Pengoplosan Pertamax: Korupsi di Pertamina yang Bikin Publik Marah

Korupsi dalam sektor energi bukan hanya soal kerugian keuangan negara tapi juga menyentuh langsung kehidupan sehari-hari rakyat. Ketika bahan bakar yang dibeli tak lagi mencerminkan kualitas yang dijanjikan, yang dikhianati bukan hanya dompet masyarakat, tapi juga kepercayaan publik terhadap lembaga negara dan perusahaan milik rakyat.

Salah satu skandal terbesar yang sempat mengguncang kepercayaan publik adalah dugaan pengoplosan BBM Pertamax dengan bahan bakar berkualitas lebih rendah oleh PT Pertamina. Investigasi yang mencuat menunjukkan bahwa praktik ini diduga telah terjadi sejak tahun 2022. Meski pihak Pertamina membantah tudingan tersebut dan menyatakan bahwa produk yang mereka salurkan telah sesuai spesifikasi pemerintah dengan Research Octane Number (RON) Pertalite 90 dan Pertamax 92 kecurigaan publik tetap menguat, apalagi ketika muncul dugaan kerugian negara hingga Rp 193,7 triliun akibat tata kelola yang diduga tidak transparan antara 2018 hingga 2023.

Masalahnya tidak berhenti pada angka., skandal ini membuka kembali luka lama tentang lemahnya sistem pengawasan dalam BUMN strategis seperti Pertamina. Bagaimana mungkin praktik yang berpotensi merugikan jutaan konsumen bisa lolos dari radar pengawasan internal? Siapa yang bertanggung jawab ketika publik menjadi korban?

Dalam konferensi pers resmi, Kejaksaan Agung menyebut kerugian negara ini muncul dari berbagai celah: ekspor minyak mentah domestik yang tidak sesuai ketentuan, praktik impor melalui broker, serta kebijakan subsidi yang tak transparan. Semua ini memperlihatkan betapa rumitnya persoalan tata kelola energi jika tidak dibarengi dengan integritas yang kuat.

Yang jadi sorotan bukan hanya mekanisme teknis, tapi juga moral publik bahwa masyarakat berhak atas produk berkualitas, transparansi informasi, dan perlindungan hukum. Kepercayaan konsumen bukan hanya soal branding, melainkan hasil dari kerja keras membangun sistem yang jujur dan akuntabel.

Lebih dari sekadar respons insidentil, kasus ini seharusnya menjadi momentum besar untuk mereformasi tata kelola energi nasional. Evaluasi menyeluruh terhadap struktur organisasi, mekanisme kontrol kualitas, serta integritas manajemen adalah keharusan, bukan pilihan. Tidak cukup hanya menghukum pelaku. Yang lebih penting adalah mencegah agar hal serupa tak terulang.

Sektor energi adalah nadi ekonomi dan keberlangsungan hidup masyarakat. Ketika nadi ini dirusak oleh praktik koruptif, maka yang terancam bukan hanya neraca keuangan negara, tapi juga martabat publik sebagai konsumen yang layak dilayani secara adil.

Pertanyaannya kini bukan sekadar siapa yang bersalah, tapi apa yang harus dibenahi agar kepercayaan publik terhadap sektor energi benar-benar dapat dipulihkan dan dijaga dalam jangka panjang.

Ditulis oleh: NABILLA PRAMITA SARI

Referensi:

https://www.kompas.com/jawa-barat/read/2025/02/26/112200988/ramai-soal-isu-oplosan-pertalite-pertamax-di-skandal-rp-1937-triliun?page=all

https://bondowoso.ayoindonesia.com/umum/111514693836/6-kasus-besar-korupsi-di-pertamina-yang-mengguncang-indonesia-apa-saja

Previous Article

Apa yang Terjadi? Krisis Kepercayaan Masyarakat pada Kepolisian Meningkat

Next Article

Tarif Impor AS Capai 32%, Indonesia Pilih Diplomasi dan Perkuat Ekonomi Kawasan

Write a Comment

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Update Artikel Kami

Pure inspiration, zero spam ✨