Perjuangan 30 Tahun, Poniyati Akhirnya Lolos PPPK

Bantul — Setelah tiga dekade mengabdikan diri sebagai guru honorer, Poniyati (55 tahun) akhirnya bisa menyandang status PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjajian Kerja). Kisahnya menjadi cermin dari ketekunan, harapan, dan perjuangan guru-guru yang selama ini bekerja di pinggiran sistem.

Sejak awal mengajar pada tahun 1994, Poniyati memulai tugasnya sebagai guru Pendidikan Agama Kristen di SDN 2 Padokan, Kasihan, Bantul. Dia menyebut bahwa impiannya mengajar lahir dari kepeduliannya bahwa siswa Kristen di sekolah negeri tak selalu mendapat pelajaran agama sesuai keyakinan.

Dalam perjalanan panjangnya, Poniyati tidak hanya mengajar di satu sekolah. Ia berpindah ke berbagai sekolah seperti SD Cepit, SD Sembungan, hingga sekolah di Monggang. Suatu waktu ia dijuluki “guru terbang” karena harus mengajar di 4–5 sekolah dalam sehari demi memenuhi kebutuhan anak didiknya.

Namun, tantangan terbesar adalah soal honor. Selama bertahun-tahun, beliau sering tak menerima bayaran. Pernah di tahun 2000-an, honor yang diterima hanya Rp 75 ribu per bulan. Seiring waktu, honor itu naik perlahan—menjadi Rp 100 ribu, Rp 150 ribu, hingga sekitar Rp 500 ribu ketika masa honornya membaik.

Poniyati sempat tiga kali mencoba masuk sebagai PNS, tetapi tidak berhasil. Ketika kesempatan terbuka melalui jalur PPPK, formulasi untuk mata pelajaran agama Kristen belum tersedia sehingga ia belum bisa mendaftar. Selain itu, ada hambatan administratif seperti ijazah yang belum bisa diverifikasi atau divalidasi.

Namun, kerja kerasnya membuahkan hasil. Pada tahap kedua seleksi PPPK, nama Poniyati akhirnya lolos, diposisikan sebagai guru agama Kristen di sekolah yang telah lama ia layani, yaitu SDN 2 Padokan. Dengan status PPPK, pemasukan beliau meningkat; namun ia mengaku tidak mempermasalahkan bahwa masa jabatan PPPK hanya sampai usia pensiun—ia tetap bersyukur dan melihatnya sebagai penghargaan atas pengabdian 30 tahun.

Kini, memasuki usia 55 tahun dan masih ada lima tahun menuju usia pensiun, ia tidak menutup kemungkinan untuk tetap mengajar setelah masa pensiun—terutama agar mata pelajaran agama Kristen bagi siswa tetap terlayani.

Kisah Poniyati menggugah banyak hati: di balik data statistik guru honorer, tersimpan cerita manusia yang penuh harapan dan pengorbanan. Semoga keberhasilannya menjadi inspirasi agar sistem pendidikan lebih adil dan menghargai dedikasi guru di seluruh pelosok negeri.

Sumber:

Cerita Poniyati 30 Tahun Jadi Guru Honorer Bantul hingga Lolos PPPK

Previous Article

Gubernur Gorontalo Serius Menanggapi Aspirasi Guru Honorer Non-Database

Next Article

Guru Didorong Kuasai Penanganan Awal Keracunan Makanan

Write a Comment

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Update Artikel Kami

Pure inspiration, zero spam ✨