Sejumlah sekolah di Kulon Progo, DIY kembali menyoroti nota kesepahaman (MoU) Program Makan Bergizi Gratis (MBG) setelah munculnya insiden keracunan massal. Sorotan utama adalah belum jelasnya pihak yang bertanggung jawab jika siswa mengalami gangguan kesehatan akibat mengonsumsi makanan MBG.
Kepala SMP Negeri 3 Wates, Tugino, menegaskan bahwa pihak sekolah tetap berkomitmen pada keterbukaan informasi jika terjadi kasus keracunan. “Yang ada adalah poin untuk mencari penyelesaian bersama jika terjadi masalah,” kata Tugino, Kamis (25/9/2025).
Tugino juga menekankan bahwa sekolah tidak menutup-nutupi insiden keracunan yang terjadi pada akhir Juli lalu, di mana 85 persen dari 384 siswa mengalami diare. Informasi kejadian sudah disampaikan ke puskesmas, SPPG, aparat kepolisian, dan media, meski pihak sekolah tidak dapat langsung menyebut makanan mana yang menjadi penyebab sebelum ada hasil pemeriksaan resmi.
Meski demikian, sejumlah kepala sekolah lain menilai MoU MBG masih menyisakan masalah. Kepala sekolah berinisial RW menyoroti bahwa belum ada klausul tegas terkait tanggung jawab kesehatan siswa. “Yang bertanggung jawab itu belum jelas. Kalau sampai ada anak keracunan, siapa yang bertanggung jawab? Itu tidak tertulis di MoU,” ujarnya.
RW menceritakan pengalamannya saat salah satu murid mengalami diare parah dan tidak memiliki BPJS. Ketika pihak sekolah meminta pertanggungjawaban dari penyedia makanan, jawaban yang diterima mengecewakan. “Pihak dapur malah bilang nanti akan cover kalau rawat inap, tapi tidak sepenuhnya. Lho, kok nggak sepenuhnya?” jelas RW.
Karena hal ini, RW menyampaikan keberatan melalui forum Ombudsman RI dan Badan Gizi Nasional (BGN). Ia menekankan perlunya revisi MoU agar ada kejelasan hukum mengenai pihak yang bertanggung jawab jika terjadi keracunan. “Kalau seperti ini, kami harus pertanyakan ke SPPG juga. Harus ada MoU ulang. Harus jelas siapa yang bertanggung jawab,” tegas RW.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa MoU MBG harus memberikan kepastian hukum dan tanggung jawab, agar sekolah dan orang tua memiliki rujukan yang jelas saat terjadi masalah kesehatan siswa. Transparansi, prosedur yang jelas, dan revisi dokumen dianggap sebagai langkah penting untuk mencegah risiko berulang.
Dengan adanya revisi dan aturan yang lebih tegas, program MBG diharapkan dapat berjalan aman, efektif, dan bermanfaat bagi seluruh siswa, sekaligus memberikan rasa aman bagi sekolah dan orang tua yang mempercayakan kesehatan anak-anak mereka dalam program gizi ini.