Angka putus sekolah di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, mencatat rekor tinggi. Sepanjang tahun ajaran 2023/2024, tercatat 1.739 anak berhenti menempuh pendidikan. Data dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lumajang menunjukkan, dari total tersebut, 392 anak putus sekolah di jenjang SD, sedangkan 1.347 anak berhenti sekolah saat menempuh SMP. Kondisi ini memunculkan perhatian serius dari pemerintah daerah dan masyarakat.
Bupati Lumajang, Indah Amperawati, menyebut salah satu faktor utama adalah pilihan anak-anak untuk bekerja di tambang dan perkebunan dibanding melanjutkan pendidikan. “Jadi ada beberapa wilayah yang cukup tinggi putus sekolah, saya menengarai penyebabnya adalah mereka ingin segera bekerja, khususnya yang berada di sekitar tambang dan perkebunan,” jelas Indah, Kamis (25/9/2025).
Kecamatan dengan angka putus sekolah tertinggi adalah Candipuro, Pasirian, dan Randuagung, yang merupakan daerah pertambangan dan perkebunan. Anak-anak yang bekerja di tambang berpotensi membawa pulang uang Rp 150.000–200.000 per hari, atau Rp 4,5–6 juta dalam sebulan. Pendapatan ini dianggap menggiurkan, terutama bagi keluarga dengan dukungan terbatas untuk pendidikan anak.
Bupati Indah menekankan bahwa fenomena ini bukan semata-mata soal biaya pendidikan, tetapi terkait godaan penghasilan cepat dari pekerjaan tambang. “Kalau tambang itu kan upahnya sehari bisa Rp 150.000–200.000, nah ini cukup menggiurkan untuk anak-anak sampai akhirnya lebih pilih kerja dibanding sekolah, apalagi dukungan dari orang tua kurang,” ujar Indah.
Untuk menekan angka putus sekolah, Bupati meminta peran aktif semua elemen masyarakat, mulai dari keluarga, guru, hingga tokoh masyarakat, untuk mengingatkan anak-anak akan pentingnya pendidikan. Menurutnya, anak-anak yang berhenti sekolah dan bekerja di tambang tidak bisa selamanya menjadi pekerja tambang. Pendidikan menjadi jalan utama untuk memperbaiki kualitas hidup dan masa depan yang lebih baik.
“Ini yang harus kita kerjakan segera, toh mereka tidak akan jadi kuli tambang seterusnya, mereka butuh perbaikan kualitas hidup mereka,” tegas Bupati.
Kasus ini menjadi sorotan publik sekaligus pengingat bahwa program dan kebijakan pendidikan harus diperkuat, terutama di wilayah dengan risiko tinggi putus sekolah. Pemerintah daerah didorong untuk menyiapkan strategi preventif, seperti program beasiswa, kegiatan belajar tambahan, dan sosialisasi pentingnya pendidikan.
Masyarakat, sekolah, dan pemerintah diminta bekerja sama agar setiap anak memiliki kesempatan menyelesaikan pendidikan, sehingga mampu mengakses peluang kerja yang lebih layak di masa depan dan meningkatkan kualitas hidup secara menyeluruh.