Akses Internet Terbatas, ANBK di Jambi Dilaksanakan di Rumah Warga

Pelaksanaan Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) kembali membuka mata kita tentang masih lebarnya kesenjangan akses internet di berbagai daerah di Indonesia. Di Jambi, sejumlah siswa sekolah dasar (SD) tidak dapat melaksanakan asesmen di ruang kelas mereka sendiri. Alih-alih menggunakan fasilitas sekolah, mereka justru harus menumpang di rumah warga agar bisa mengikuti ANBK. Hal ini terjadi lantaran jaringan internet di sekolah mereka sangat lemah, sehingga tidak mampu mendukung pelaksanaan asesmen yang berbasis komputer.

Kondisi tersebut jelas kontras dengan tujuan awal ANBK. Sebagai instrumen nasional, asesmen ini diharapkan menjadi pemetaan mutu pendidikan di seluruh Indonesia secara merata. Proses ujian seharusnya berjalan lancar dan nyaman, namun kenyataannya masih banyak kendala teknis yang justru menghambat. “ANBK sangat penting untuk mengevaluasi kemampuan siswa. Tetapi tanpa dukungan infrastruktur yang memadai, pelaksanaannya akan selalu terhambat,” keluhan serupa kerap terdengar dari pihak sekolah maupun orang tua.

Fenomena yang dialami siswa di Jambi bukanlah kasus tunggal. Dalam beberapa tahun terakhir, ujian berbasis komputer sering terkendala oleh lemahnya infrastruktur jaringan. Di Aceh Barat, misalnya, puluhan siswa pernah melaksanakan ANBK di sebuah warung kopi karena hanya di sana sinyal internet cukup stabil. Kasus lain bahkan lebih ekstrem, ketika siswa terpaksa belajar di perkebunan, masjid, atau bahkan kolong rel kereta api demi mendapatkan akses internet. Potret ini memperlihatkan bahwa digitalisasi pendidikan belum sepenuhnya menjangkau semua wilayah Indonesia.

Padahal, akses internet seharusnya sudah menjadi kebutuhan dasar, bukan lagi barang mewah. Apalagi, sistem evaluasi pendidikan nasional kini sepenuhnya mengandalkan teknologi digital. Ketika infrastruktur tidak merata, maka pelaksanaan ANBK berpotensi menimbulkan ketidakadilan. Siswa di perkotaan bisa dengan mudah mengakses internet cepat, sementara siswa di daerah lain harus berjuang keras hanya untuk bisa ikut serta dalam asesmen.

Kondisi di Jambi menjadi cermin nyata bahwa digitalisasi pendidikan masih menyisakan pekerjaan rumah besar. Pemerintah daerah bersama pihak terkait dituntut segera mencari solusi konkret. Beberapa langkah yang bisa ditempuh antara lain memperluas jaringan internet hingga ke pelosok, menyediakan akses internet gratis di sekolah-sekolah, atau membangun kerja sama dengan masyarakat setempat. Dengan begitu, kesenjangan yang ada dapat perlahan ditutup.

Kasus siswa SD di Jambi yang harus menumpang di rumah warga untuk mengikuti ANBK sekaligus menjadi pengingat penting: pendidikan berkualitas tidak hanya ditentukan oleh kurikulum dan guru, tetapi juga oleh infrastruktur pendukung. Tanpa internet yang memadai, digitalisasi pendidikan hanya akan menambah beban baru, bukan menghadirkan kemajuan. Jika persoalan ini tidak segera diatasi, kesenjangan digital dikhawatirkan akan terus memperdalam ketidakadilan dalam dunia pendidikan Indonesia.

Previous Article

Viral! Dugaan Guru Aniaya Siswa di Hulu Sungai Utara Masuk Proses Hukum

Next Article

Lenie, Guru Honorer di Kebun Sawit yang Kini Resmi Jadi PPPK Paruh Waktu

Write a Comment

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Update Artikel Kami

Pure inspiration, zero spam ✨