Sifan Alyori, remaja 16 tahun dari Bekasi, nyaris harus rela meninggalkan bangku sekolah dan bekerja sebagai tukang parkir bila tak ada Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA). Sejak kecil, Sifan dibesarkan oleh sang ibu yang sejak empat bulan setelah kelahirannya ditinggal ayahnya. Ibunya kini harus berjuang sendiri membiayai hidup dan pengobatan kanker perut yang dideritanya. Akhirnya, Sifan pun ikut membantu—bersih-bersih rumah, mencuci piring, bahkan menjadi tukang parkir dan membantu jualan es—dalam upaya mengumpulkan uang untuk biaya sekolah.
Ketika kabar bahwa Sekolah Rakyat bebas biaya sampai ke telinganya, Sifan tak langsung percaya. Selama ini ia terbebani oleh sekolah yang memungut biaya masuk yang besar, sesuatu yang menurutnya mustahil tanpa kemampuan finansial yang cukup. “Awalnya ibu mikir-mikir, kayak ini beneran enggak? Kayak terlalu ajaib ada sekolah gratis,” ujarnya. Tapi setelah diyakinkan, ibunya setuju agar Sifan bersekolah di sana karena selain sekolah tidak berbayar, biaya sehari-hari dan asramanya juga ditanggung.
Sifan resmi menjadi siswa SRMA 13 Bekasi sejak 14 Juli 2025. Hari pertamanya di sekolah menjadi kenangan indah tersendiri: keberangkatan bersama sang ibu dengan naik angkot, haru karena hampir gagal masuk, tetapi juga bahagia karena akhirnya diterima. Ia menyadari bahwa kesempatan ini adalah jembatan bagi cita-citanya untuk melanjutkan pendidikan tinggi.
Mimpi Sifan adalah menjadi dokter bedah ortopedi. Ia telah merencanakan kelak ingin kuliah di Universitas Indonesia atau Universitas Gadjah Mada jika di dalam negeri, atau alternatif luar negeri seperti Universitas Yonsei di Korea. Kesungguhan belajarnya bukan sekadar soal menggapai gelar, tetapi tentang mengubah nasib keluarga; memberikan kehidupan yang lebih baik bagi ibunya, yang telah melakukan begitu banyak untuknya.
Kisah Sifan menjadi ilustrasi betapa pentingnya akses pendidikan tanpa beban biaya bagi anak-anak dari keluarga pra-sejahtera. Tanpa Sekolah Rakyat, Sifan bisa saja memilih berhenti sekolah dan bekerja penuh waktu hanya demi kebutuhan sehari-hari. Namun sekolah gratis ini menyelamatkan harapannya—harapan untuk belajar, bermimpi, dan suatu hari menjadi sarjana yang akan menghadirkan perubahan bukan hanya bagi dirinya, tetapi juga bagi orang yang paling ia cintai.
Sumber:
Kisah Sifan Hampir Jadi Juru Parkir, Selamat karena Masuk Sekolah Rakyat