Sebagai seorang guru, saya selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Baru-baru ini, saya mengikuti Diklat Nasional 40JP dengan tema “Strategi Efektif Merancang Pembelajaran yang Menyenangkan Berbasis Deep Learning.” Pengalaman ini sangat menggugah cara pandang saya tentang proses belajar mengajar.
Salah satu strategi yang saya terapkan setelah mengikuti diklat ini adalah pendekatan berdiferensiasi. Saya mulai memetakan gaya belajar dan kebutuhan siswa. Dengan cara ini, saya dapat menyesuaikan metode pembelajaran yang sesuai, seperti menyediakan pilihan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) yang beragam—ada yang berbasis visual, audio, dan kinestetik. Hal ini memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar sesuai dengan cara mereka masing-masing.
Materi tentang strategi pembelajaran berdiferensiasi sangat berkesan bagi saya. Saya menyadari bahwa setiap peserta didik memiliki kebutuhan, minat, dan kesiapan belajar yang berbeda-beda. Sebelumnya, saya cenderung menggunakan pendekatan yang sama untuk semua siswa, tanpa mempertimbangkan variasi dalam proses belajar mereka. Kini, saya merasa lebih peka terhadap kebutuhan siswa, dan itu membuat suasana belajar menjadi lebih hidup dan menyenangkan.
Namun, penerapan deep learning di kelas tidaklah tanpa tantangan. Saya menemukan beberapa hambatan, seperti perbedaan kesiapan belajar siswa. Tidak semua siswa siap untuk terlibat dalam pembelajaran yang mendalam; beberapa masih terbiasa dengan pola hafalan dan kurang aktif. Oleh karena itu, saya perlu waktu dan pendekatan khusus untuk mendorong mereka berpikir kritis.
Selain itu, manajemen waktu juga menjadi tantangan. Pembelajaran deep learning memerlukan waktu lebih lama untuk diskusi, refleksi, dan penguatan makna, yang sering kali sulit disesuaikan dengan keterbatasan waktu tatap muka. Ketersediaan sumber belajar yang beragam juga menjadi perhatian, karena tidak semua materi ajar dilengkapi dengan sumber pendukung yang memadai.
Perubahan cara pandang juga diperlukan, baik dari sisi guru maupun siswa. Saya sendiri terus berusaha merancang pertanyaan tingkat tinggi dan memberikan ruang bagi eksplorasi siswa. Penilaian terhadap hasil belajar pun tak hanya bergantung pada tes objektif. Saya mulai menyusun rubrik dan melakukan asesmen formatif secara berkala untuk mengukur kemajuan siswa.
Setelah mengikuti diklat ini, perubahan terbesar yang saya rasakan adalah cara pandang saya terhadap pembelajaran. Saya kini menyadari bahwa menciptakan pengalaman belajar yang bermakna jauh lebih penting daripada sekadar menyampaikan materi. Saya berkomitmen untuk terus menerapkan strategi yang telah saya pelajari dan menjadikan pembelajaran di kelas lebih efektif dan menyenangkan.