Ribuan Anak Lumajang Putus Sekolah Demi Menambang

Lumajang — Fenomena miris menyelimuti dunia pendidikan di Kabupaten Lumajang: hingga tahun 2025, tercatat 1.739 anak telah putus sekolah pada jenjang SD dan SMP. Dari jumlah tersebut, 392 anak berhenti pada tingkat SD, sedangkan 1.347 anak lainnya terhenti di tingkat SMP.

Kondisi ini tak semata soal ketidakinginan belajar, melainkan pilihan ekonomi: banyak dari mereka memilih pekerjaan di sektor tambang pasir dan perkebunan sebagai jalan cepat memperoleh penghasilan harian. Bupati Lumajang, Indah Amperawati, menyebut bahwa di lokasi tambang, siswa dapat meraup Rp 150.000 hingga Rp 200.000 per hari, jumlah yang sangat menggoda bagi keluarga yang berkekurangan.

Tak jarang, keputusan anak berhenti sekolah juga didorong oleh tekanan dari orang tua yang lebih pragmatis: pendidikan dianggap lambat membawa hasil dibanding kerja langsung. Belum lagi faktor-faktor lain seperti rendahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya pendidikan dan tingginya angka pernikahan dini yang makin mengikis kesempatan belajar anak-anak remaja.

Menyikapi persoalan ini, Pemkab Lumajang menegaskan akan mengambil langkah proaktif. Pemerintah daerah siap menanggung seluruh biaya pendidikan dan kebutuhan sekolah bagi anak-anak yang bersedia kembali ke bangku pendidikan. Pemerintah juga bakal memperkuat kampanye kesadaran nilai pendidikan dan keterlibatan lintas sektor.

Salah satu inovasi yang tengah dirancang adalah pengembangan Sekolah Rakyat (SR) sebagai wadah pendidikan bagi anak yang telah terputus sekolah. Di program ini, anak putus sekolah dapat belajar secara gratis, dengan fasilitas dan kebutuhan harian ditanggung pemerintah agar mereka lebih fokus belajar tanpa terbebani biaya.

Meski demikian, tantangan besar tetap ada: infrastruktur sekolah, kualitas guru, akses ke daerah terpencil, dan resistensi sosial terhadap pendidikan formal. Program edukasi orang tua dan kampanye anti-pernikahan dini pun menjadi bagian penting dalam strategi jangka panjang.

Kisah Lumajang ini menjadi pengingat: ketika ekonomi menjadi alasan utama anak meninggalkan pendidikan, solusi di bidang sosial dan anggaran harus segera dihadirkan. Tanpa intervensi tegas dan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sekolah, generasi muda bisa kehilangan akses terhadap masa depan yang lebih baik.

Sumber:

Ribuan Anak di Lumajang Putus Sekolah demi Jadi Penambang

Previous Article

Usul Otonomi MBG di Sekolah: Solusi Atasi Kasus Keracunan?

Next Article

Ayah Terlibat, Kunci Sukses Anak Usia Dini di Riau

Write a Comment

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Update Artikel Kami

Pure inspiration, zero spam ✨