Jember — Keprihatinan muncul di SDN Bintoro 5, Kecamatan Patrang, Kabupaten Jember, menyusul dugaan bahwa sebagian porsi dalam program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang diterima siswa sudah membusuk atau basi. Beberapa guru pun menolak untuk membiarkan siswa mengonsumsi makanan yang diduga tak layak konsumsi tersebut.
Menurut Nur Fadli, salah satu guru di sekolah tersebut, ada 181 porsi MBG yang disalurkan ke sekolahnya pada hari kejadian. Namun saat dicek, sejumlah porsi tercium bau tidak sedap dan tampak tidak segar. “Waktu dibagikan, anak-anak langsung bilang baunya aneh. Kami tak mau ambil risiko—kami segera amankan makanannya agar siswa tidak komsumsi,” ujar Fadli.
Merespons protes tersebut, beberapa guru merekam kondisi paket MBG sebagai bukti. Mereka berharap pihak pengelola dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas kualitas makanan yang disalurkan kepada siswa.
Siapa Pengelola dan Jumlah Distribusi?
Program MBG di Jember berjalan lewat dapur pusat yang dikelola oleh yayasan Taman Pendidikan dan Asuhan (TPA), dengan penanggung jawab bernama Achmad Sudiyono. Dapur ini menyuplai ribuan porsi ke berbagai lembaga pendidikan di Kabupaten Jember.
Namun, ketika dikonfirmasi terkait tuduhan basi tersebut, Sudiyono belum memberikan jawaban. Pesan WA ke kontaknya aktif, tetapi belum ditanggapi. Pihak pengelola menyatakan mereka akan memberikan penjelasan lebih lanjut melalui ahli gizi setelah waktu yang disepakati.
Dampak dan Kekhawatiran
Masalah kualitas makanan bergizi gratis menjadi sorotan tajam karena menyangkut keselamatan dan kesehatan anak-anak. Dugaan bahwa MBG basi berpotensi menyebabkan keracunan makanan menjadi kekhawatiran utama para guru dan orang tua.
Guru-guru menekankan bahwa program bergizi seperti MBG harus dijalankan dengan kualitas tinggi dan prosedur pengolahan yang higienis. Protes ini diharap mampu mendorong perbaikan sistem pengelolaan makanan sekolah agar fungsi program sebagai bantuan gizi bagi siswa tidak menjadi beban baru.
Harapan Ke Depan
Para guru dan masyarakat menuntut agar pengelola menyediakan penjelasan terbuka, memperbaiki sistem distribusi, serta melakukan pengawasan kualitas makanan secara berkala. Pihak sekolah juga meminta agar pengelola menjamin standardisasi higienis sebelum makanan dikirim ke sekolah.
Insiden di SDN Bintoro 5 menjadi pengingat bahwa program sosial seperti MBG harus mempertimbangkan mutu, bukan hanya kuantitas. Jika tidak diawasi ketat, niat baik membantu gizi siswa bisa berubah menjadi potensi bahaya. Semoga insiden ini menjadi momentum evaluasi menyeluruh agar makanan bergizi gratis benar-benar aman, sehat, dan bermanfaat bagi anak-anak.
Sumber: