Maraknya Kasus Keracunan MBG, Evaluasi Menyeluruh Jadi Mendesak

Kasus keracunan akibat Program Makan Bergizi Gratis (MBG) terus meningkat, memunculkan desakan dari berbagai pihak agar pemerintah segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program ini. Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) mencatat lebih dari 5.000 kasus keracunan yang dialami siswa dan guru di puluhan kota dan kabupaten di 17 provinsi sejak program diluncurkan pada 6 Januari 2025 hingga 19 September 2025. CISDI menilai angka tersebut kemungkinan hanyalah “puncak gunung es”, mengingat belum adanya platform pelaporan publik yang memadai.

Menurut Diah Saminarsih, pendiri dan CEO CISDI, penyebab utama kasus keracunan adalah pelaksanaan MBG yang tergesa-gesa demi menjangkau 82,9 juta penerima manfaat pada akhir tahun. Hal ini berdampak pada kualitas pengelolaan makanan, distribusi, serta keamanan pangan yang tidak terjamin. “Meski dirancang untuk meningkatkan status gizi penerima manfaat, MBG sejak awal tidak dipersiapkan secara matang dari aspek regulasi, keamanan pangan, kecukupan nutrisi, hingga monitoring dan evaluasi,” ungkap Diah.

Kondisi ini diperparah oleh struktur kelembagaan MBG yang belum jelas, tanpa payung hukum berupa Peraturan Presiden atau panduan teknis yang memadai. Dampaknya, koordinasi antar-lembaga pusat dan daerah, serta pengawasan distribusi makanan menjadi lemah. Banyak menu MBG yang mengandung pangan ultra-proses tinggi gula, garam, dan lemak, yang berisiko memicu obesitas pada anak dan remaja, kontraproduktif dengan tujuan awal program yang ingin meningkatkan gizi.

CISDI menekankan pentingnya moratorium sementara MBG agar evaluasi berjalan efektif dan menyeluruh. Pemerintah juga didorong membuka kanal pelaporan publik untuk memproses aduan, sehingga hak anak-anak sebagai penerima manfaat dapat terpenuhi dengan makanan yang aman, bergizi, dan berkualitas. Tanpa langkah ini, kasus keracunan diprediksi akan terus berulang, membahayakan kesehatan anak-anak, sekaligus menimbulkan beban tambahan bagi pemerintah daerah, terutama saat alokasi anggaran transfer menurun.

“Sembari menjalankan moratorium, pemerintah perlu segera membuka kanal pelaporan dan memproses aduan publik sebagai langkah awal pemulihan hak korban atas kerugian yang ditimbulkan dari kasus keracunan dan makanan tidak layak,” tegas Diah. Evaluasi menyeluruh dan perbaikan regulasi menjadi kunci agar MBG bisa benar-benar memberikan manfaat bagi generasi muda Indonesia, bukan justru menimbulkan risiko kesehatan.

Langkah ini dinilai penting untuk memastikan MBG tidak hanya menjadi program simbolis, tetapi benar-benar efektif meningkatkan kualitas gizi anak-anak, sambil menjamin keselamatan dan kesehatan mereka di seluruh wilayah Indonesia.

Previous Article

330 Ribu Sekolah di Indonesia Akan Dilengkapi Layar Digital Pintar Tahun Ini

Next Article

Kemendiktisaintek Pastikan Guru Berkualitas untuk Sekolah Unggul Garuda

Write a Comment

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Update Artikel Kami

Pure inspiration, zero spam ✨