Siswa SDN Paya Baro Aceh Barat Menangis Histeris, Sekolah Terancam Ditutup

Di Aceh Barat, rencana penutupan SDN Paya Baro memicu kepanikan dan tangisan histeris para siswa. Mereka khawatir harus pindah ke sekolah tetangga yang jaraknya mencapai lima kilometer, melewati medan sulit berupa jalan berbatu di kawasan perkebunan sawit dan hutan. Kekhawatiran ini juga dirasakan oleh orang tua, yang takut keselamatan anak-anak mereka terganggu saat harus menempuh rute yang menantang setiap hari.

Pemerintah Kabupaten Aceh Barat berencana menutup tujuh sekolah, termasuk SDN Paya Baro, karena jumlah siswa dianggap tidak memenuhi standar nasional. Saat ini, SDN Paya Baro memiliki 24 siswa yang tersebar dari kelas 1 hingga kelas 6. Rinciannya adalah: kelas 1 delapan siswa, kelas 2 satu siswa, kelas 3 dua siswa, kelas 4 tiga siswa, kelas 5 lima siswa, dan kelas 6 lima siswa. Sekolah ini dibantu oleh sembilan guru, terdiri dari guru PNS dan tiga guru honorer.

Meski jumlah siswa sedikit, semangat belajar tetap terlihat di sekolah yang hanya memiliki tiga ruang kelas. Ruangan-ruangan tersebut disatukan menggunakan sistem triplet agar bisa menjadi enam kelas untuk seluruh siswa. Guru SDN Paya Baro, Iyusmidar Arif, berharap pemerintah daerah meninjau ulang keputusan penutupan. Ia menekankan bahwa anak-anak di desa ini sangat membutuhkan pendidikan yang layak dan akses belajar tanpa harus menempuh jarak jauh sangat penting untuk kelangsungan belajar mereka.

Rencana penutupan ini tidak hanya menimbulkan keresahan bagi siswa, tetapi juga bagi orang tua dan guru. Mereka takut keputusan ini akan mengganggu pendidikan anak-anak dan membatasi akses ke sekolah yang layak. Keberadaan SDN Paya Baro dianggap sangat vital bagi komunitas desa, karena sekolah menjadi pusat pendidikan yang memungkinkan anak-anak belajar dengan aman dan nyaman.

Kondisi ini menjadi peringatan bagi pemerintah daerah untuk mempertimbangkan dampak sosial dan psikologis dari penutupan sekolah, terutama di daerah terpencil. Penutupan sekolah bukan sekadar keputusan administratif, tetapi juga berdampak langsung pada kehidupan anak-anak, masa depan pendidikan mereka, dan kesejahteraan masyarakat desa secara keseluruhan.

Guru dan orang tua berharap keputusan akhir pemerintah mempertimbangkan kepentingan pendidikan anak serta kemudahan akses belajar, agar anak-anak tetap memiliki kesempatan memperoleh pendidikan berkualitas tanpa menghadapi risiko perjalanan jauh dan medan sulit setiap hari.

Previous Article

15 Anak Sekolah di Solo Terjangkit HIV, Mayoritas Homoseksual

Next Article

330 Ribu Sekolah di Indonesia Akan Dilengkapi Layar Digital Pintar Tahun Ini

Write a Comment

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Update Artikel Kami

Pure inspiration, zero spam ✨