15 Anak Sekolah di Solo Terjangkit HIV, Mayoritas Homoseksual

Komisioner Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Solo, Tommy Pranoto, mengungkapkan tren yang mengkhawatirkan terkait kesehatan remaja di lingkungan sekolah. Berdasarkan data terbaru, tercatat 15 anak sekolah di Solo telah terdiagnosis HIV, mayoritas berada pada rentang usia 15–19 tahun. Tommy menekankan bahwa sebagian besar dari mereka memiliki orientasi seksual sesama jenis atau homoseksual.

“Kami menganalisa temuan kasus dan banyak ditemukan anak-anak masih remaja, usia 15–19 tahun, mulai diketahui terdiagnosis HIV,” ungkap Tommy. Ia menambahkan, “Yang terdiagnosis adalah anak-anak sekolah. Perilakunya memang penyimpangan seks. Mereka sesama jenis.” Kondisi ini menunjukkan bahwa gaya hidup seksual sesama jenis di kalangan remaja di Solo semakin terbuka dan berkembang. Bahkan, komunitas ini diketahui memiliki grup media sosial untuk berinteraksi dan saling berkomunikasi.

Namun, hal yang menjadi perhatian serius adalah tidak semua dari 15 pelajar tersebut bersedia menjalani terapi Antiretroviral (ARV). Tommy menyebut sebagian menolak karena takut mendapat stigma negatif dari lingkungan sekitar. Padahal, terapi ARV terbukti efektif memperpanjang usia pengidap HIV sekaligus menekan risiko penularan.

“Kita tinggal memantau untuk mereka yang mau ikut terapi ARV. Tapi ini ya tidak semua mau. Bahkan ada yang malah menutup diri karena malu dan sebagainya,” jelas Tommy. Situasi ini menyoroti tantangan besar dalam penanganan HIV di kalangan pelajar, karena stigma sosial kerap membuat anak enggan mengakses pengobatan yang mereka butuhkan.

Kondisi ini menjadi peringatan bagi orang tua, sekolah, dan masyarakat luas agar lebih peka terhadap kesehatan seksual remaja. Peningkatan edukasi terkait HIV, orientasi seksual, dan akses terapi ARV menjadi langkah penting untuk mencegah penyebaran lebih lanjut, sekaligus mendukung anak-anak agar tetap sehat dan aman.

Tommy menekankan perlunya pemantauan berkelanjutan agar mereka yang bersedia menjalani terapi dapat terlindungi, sementara anak-anak yang menutup diri tetap diberikan dukungan psikososial. Pendekatan ini tidak hanya fokus pada pengobatan, tetapi juga pada pendidikan kesehatan seksual yang inklusif dan bebas stigma, sehingga remaja merasa aman untuk mencari bantuan.

KPA Solo berharap langkah-langkah edukasi dan pendampingan ini dapat mengurangi kasus baru HIV di kalangan pelajar, meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan seksual, serta memastikan para remaja yang terdampak tetap mendapat perlindungan, perhatian, dan akses pengobatan yang layak.

Previous Article

BGN Buka Suara soal Isu Kerahasiaan Kasus Keracunan MBG di Sekolah

Next Article

Siswa SDN Paya Baro Aceh Barat Menangis Histeris, Sekolah Terancam Ditutup

Write a Comment

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Update Artikel Kami

Pure inspiration, zero spam ✨