Sejumlah guru di Kabupaten Enrekang menunjukkan ekspresi lelah, sabar, dan kecewa saat mendatangi gedung DPRD setempat, Selasa (23/9/2025). Kedatangan ini bukan yang pertama; tujuan utama mereka adalah menagih kepastian pembayaran Tunjangan Profesi Guru (TPG) untuk triwulan kedua tahun 2024 yang hingga kini belum direalisasikan.
Salah seorang guru menyampaikan kekecewaannya dengan suara bergetar, “Kami sudah setahun dijanji tanpa realisasi. Justru kami terlalu sabar untuk hak-hak kami.” Perasaan ini mencerminkan frustrasi yang sudah menumpuk di kalangan guru, yang merasa dedikasi mereka dalam mendidik generasi seringkali diabaikan dalam urusan administratif.
Para guru membawa tiga tuntutan utama. Pertama, mencairkan TPG yang tertunda agar hak finansial mereka segera terealisasi. Kedua, meminta transparansi penuh dalam mekanisme pencairan, tanpa alasan berbelit-belit atau birokrasi yang mempersulit. Ketiga, mereka menuntut jadwal pembayaran yang jelas dan konsisten, agar tidak lagi terjadi penundaan yang merugikan tenaga pendidik. Ketegangan meningkat ketika seorang guru menyatakan kemungkinan mogok mengajar jika hak mereka terus diabaikan. Pernyataan ini disambut sorak-sorai dukungan dari rekan-rekannya, menegaskan tekad mereka untuk diperhatikan secara serius.
Wakil Ketua DPRD Enrekang, Abdurrahman Zulkarnain, yang memimpin rapat dengar pendapat dengan para guru, memastikan persoalan TPG akan dibahas dalam rapat pembahasan anggaran perubahan. Ia menegaskan, “Berikan kami kesempatan bersama tim anggaran dari pemerintah kabupaten untuk membicarakan persoalan ini. Komitmennya ini akan kami prioritaskan pada pembahasan bersama tim anggaran dari pemerintah daerah.” Pernyataan ini menunjukkan bahwa DPRD sadar akan urgensi masalah, namun para guru menekankan bahwa janji saja tidak cukup.
Bagi para guru, kedatangan mereka lebih dari sekadar menagih hak finansial; ini merupakan bentuk tuntutan penghargaan atas dedikasi mereka. Situasi ini menegaskan pentingnya perhatian serius dari pemerintah daerah untuk memastikan hak guru terpenuhi. Tanpa kepastian pembayaran, motivasi dan semangat mengajar bisa terganggu, yang pada akhirnya berdampak pada kualitas pendidikan di kabupaten tersebut.
Kedatangan para guru ke DPRD Enrekang menjadi pengingat bahwa guru bukan hanya pelaksana tugas pendidikan, tetapi juga tenaga profesional yang berhak mendapatkan perlakuan adil, transparansi administrasi, dan penghargaan atas pengabdian mereka. Tekanan dari guru ini diharapkan mendorong pemerintah daerah untuk segera mengambil langkah konkret, bukan sekadar memberikan janji kosong. Kepastian hak finansial guru menjadi syarat penting bagi terciptanya pendidikan yang berkualitas dan berkelanjutan di Enrekang.