Guru Pedalaman di Tana Toraja Utang Rp10 Juta Demi Mengajar

Lusiana Lembang adalah guru Pengajar dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di SDN 3 Mappak, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Selama 22 tahun mengabdi di pedalaman, ia menghadapi tantangan berat agar bisa sampai ke sekolah setiap hari. Sekolah tempat ia bertugas berada di Lembang Dewata, Kecamatan Mappak, sebuah wilayah terpencil dan terisolasi.

Rumah Lusiana berada di Lembang Tanete, dan untuk mencapai SDN 3 Mappak, ia harus menempuh perjalanan sejauh 70 kilometer, melintasi 12 lembang serta melewati Kabupaten Mamasa di Sulawesi Barat. Rute yang dilalui tidak mudah, dengan kondisi jalan rusak, medannya ekstrem, serta transportasi umum nyaris tidak ada. Untuk menembus rute ini, satu-satunya opsi adalah menggunakan ojek yang biayanya mencapai Rp600 ribu setiap kali berangkat.

Karena kondisi tersebut, dalam beberapa bulan terakhir Lusiana terpaksa berutang pada tukang ojek langganannya agar bisa tetap datang mengajar. Total utang yang menumpuk mencapai Rp10 juta, hanya untuk ongkos pergi pulang ke sekolah dan menanggung transportasi semata, sebelum tunjangan khusus guru daerah terpencil senilai sekitar Rp19 juta yang seharusnya menjadi penopang hidupnya dicairkan.

Dalam situasi sulit itu, ada cerita memilukan: kadang Lusiana harus memikul beras untuk bekal sebulan ke sekolah, dorong motor sendiri saat kendaraan tak bisa menanjak, bahkan hampir jatuh hingga hampir masuk jurang karena kondisi jalan yang buruk. Semua itu ia lakukan demi tetap menjalankan tugas sebagai guru di wilayah terpencil.

Lebih menyayat hati, meskipun pemerintah pusat baru saja menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2025 yang mengatur kenaikan gaji ASN, termasuk guru, Lusiana belum merasakan manfaatnya. Tunjangan khusus untuk guru di daerah terpencil yang dijanjikan belum dicairkan, sehingga beban ekonominya tetap besar.

Kisah Lusiana menegaskan jurang ketimpangan nyata antara guru di kota dan guru di daerah terpencil. Di satu sisi ada penghargaan dan regulasi negara, di sisi lain kebutuhan dasar seperti akses transportasi dan tunjangan belum terpenuhi. Kisah pengorbanan seperti ini menyentuh hati dan menimbulkan pertanyaan: sudah sejauh mana perhatian pemerintah terhadap guru yang bekerja di garis terdepan pendidikan di wilayah pedalaman?

Semoga kisah Lusiana bisa menjadi momentum bagi pemerintah untuk mempercepat pencairan tunjangan khusus guru terpencil, memperbaiki akses transportasi dan infrastruktur, serta memberikan dukungan yang memadai agar guru tidak harus menggadaikan kesejahteraan pribadi demi tugas mendidik. Kualitas pendidikan sangat bergantung pada keberlanjutan dan kesejahteraan para guru.

Sumber:

Miris! Guru Pedalaman Tana Toraja Utang Ojek Rp10 Juta Demi Mengajar

Previous Article

Kepala SMPN 13 Bekasi Disanksi Lalai Laporkan Kasus Pelecehan Seksual

Next Article

Wali Kota Prabumulih Beri Motor Listrik ke Kepsek, Warganet: Citra atau Solusi?

Write a Comment

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Update Artikel Kami

Pure inspiration, zero spam ✨