Drakor “When Life Give You Tangerines” Memberi Insight Bahwa Perempuan Berhak Mendapatkan Kesetaraan di Bidang Pendidikan

Siapa yang tak tahu dengan drakor fenomenal yang berjudul “when life give you tangerines” ?. Drama korea yang dirilis oleh Netflix pada 7 Maret 2025 ini tengah digandrungi kawula muda terutama gen Z. Disutradarai oleh Kim Won-Seuk, drakor ini menampilkan bintang korea fenomenal seperti Lee Ji-eun (IU), Park Bo-gum, Oh Jung-se dan Lee Jun-young. Dengan latar waktu sekitar 1950-an, Drakor ini menceritakan petualangan Ae-sun (IU), perempuan pemberontak yang luar biasa dan hubungannya dengan Gwan-sik (Park Bo-gum), lelaki setangguh baja dan pantang menyerah.

Oh Ae-sun merupakan gadis muda yang gemar belajar dan ingin terus sekolah guna mewujudkan mimpinya menjadi seorang penulis. Kegemarannya dengan sastra membuat Ae-sun melahap berbagai buku sastra dan sesekali ia menuangkannya dalam sebuah puisi. Puisi yang pertama kali ia buat saat duduk di bangku sekolah dasar mendapatkan juara dua. Hal tersebut ia utarakan kepada ibunya yang seorang haenyeo (penyelam wanita di pulau Jeju). Bahagia tak terkira, walau ada kekesalan sebab ketidakadilan gurunya yang memberikan juara pertama pada murid laki-lakinya.

Sekalipun Jeon Gwang Rye (ibu Ae Sun)  tak berpendidikan, namun ia tak ingin putrinya bernasib sama sepertinya. Ia tak ingin putrinya tumbuh menjadi seorang haenyeo dan menjadi wanita yang tidak berdaya. Ia ingin putrinya menjadi seorang yang bermimpi besar, berpendidikan dan menjadi orang yang sukses. Meski dengan perekonomian yang sulit, Ibu Ae-sun senantiasa mengusahakan agar putrinya mendapatkan pendidikan yang baik dan tidak mendapatkan diskriminasi dari pihak manapun. Hal tersebut terbukti saat Ae-sun menjadi wakil ketua kelas, padahal ia mendapatkan nilai tertinggi dari hasil pemungutan suara. Ibu Ae-sun lah yang bernegosiasi dengan wali kelasnya agar Ae-sun diperlakukan dengan semestinya. 

Jiwa kepemimpinan Ae-sun sudah terpancar sejak usia belia. Ia menuturkan ingin menjadi pemimpin negara. Sebuah mimpi yang sangat sulit direalisasikan sebab budaya patriarki masih sangat mendominasi pada saat itu. Sepeninggal Ibunya, Ae-sun tumbuh menjadi gadis yang tangguh sekaligus menjadi ibu yang mengurus adik-adiknya. Hal tersebut yang membuat Ae-sun semakin susah untuk mengejar mimpinya menjadi penulis. Apalagi Yeom Byeong-cheol (ayah tiri Ae-sun) melarang Ae-sun bersekolah, sebab menurutnya “untuk apa perempuan sekolah? Itu hanya akan menambah stres!.” 

Dalam drama korea tersebut digambarkan bahwa latar waktu sekitar tahun 1950 an, di mana era tersebut merupakan zaman yang masih kental dengan budaya patriarki di pulau Jeju. Masyarakat Jeju beranggapan bahwa perempuan hanyalah sebagai pemeran kedua setelah laki-laki yang hanya berkarir di sumur dan dapur. Perempuan dijadikan sebagai alat untuk mencari nafkah guna menghidupi keluarga dengan menjadi penyelam wanita (heanyeo) sama seperti pekerjaan ibu Ae-sun. pekerjaan yang sebetulnya sangat beresiko untuk kesehatan dan keselamatan. 

Pertanyaannya, apa iya sekolah dan pendidikan hanya akan menambah stres perempuan ?. jika ditelisik, bukankah negara yang maju itu karena tingkat pendidikan masyarakatnya yang bagus? Faktanya memang begitu, tingkat pendidikan yang lebih tinggi justru dapat meningkatkan kebahagiaan dan mengurangi tingkat stress perempuan. Selain meningkatkan kebahagiaan, pendidikan juga dapat meningkatkan pendapatan, kesehatan dan juga kesejahterahan perempuan.

Perempuan perlu mendapatkan pendidikan tinggi sama seperti laki-laki. Sebab perempuan adalah tiang utama bangsa. Ada banyak alasan mengapa perempuan harus mendapatkan pendidikan yang layak dan tinggi. Pertama, agar perempuan dapat mengambil peran untuk membangun negara. Kedua, dengan pendidikan yang tinggi, perempuan dapat berkarya dan berdaya sehingga dapat membantu perekonomian keluarga. Ketiga, perempuan dengan pendidikan yang tinggi dapat mengambil peran untuk berkontribusi terhadap masyarakat. Keempat, perempuan yang berpendidikan tinggi dapat mengasuh anak dengan ilmu-ilmu yang ia miliki. Maka cukuplah Ae-sun yang harus menggugurkan mimpinya untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi, kita jangan. Sebab pendidikan adalah salah satu cara yang dapat mengubah nasib kita dan juga nasib bangsa.

Ditulis oleh : Khulanah, Ketua Bidang Kaderisasi PR. Nasyiatul Aisyiyah Pangkah.

Previous Article

Mata Uang Rupiah Melemah ke Rekor Terburuk Sepanjang Masa

Next Article

Produktif Sejak Dini, DeLiang Al-Farabi Penulis Cilik 40 Buku Berbahasa Inggris

Write a Comment

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Update Artikel Kami

Pure inspiration, zero spam ✨