Jakarta, 5 November 2024 – Rencana di adakannya kembali Ujian Nasional (UN) menimbulkan perdebatan yang hangat di kalangan masyarakat. Sejumlah organisasi dan individu telah meluncurkan petisi untuk menolak pengembalian UN, menurutnya evaluasi pendidikan seharusnya tidak hanya berfokus pada ujian standar. Mereka mengkhawatirkan bahwa UN akan mengabaikan aspek-aspek penting dalam pembelajaran seperti pemahaman mendalam dan keterampilan berpikir kritis.
“UN tidak hanya mengukur pengetahuan, tetapi juga harus memperhitungkan pemahaman mendalam siswa.” Ujar Rizky dari Forum Pendidikan Indonesia, pada 31 Oktober 2024.
Sementara Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, menyatakan bahwa dalam sebulan pertama masa jabatannya, ia akan fokus pada pengumpulan aspirasi dari berbagai pihak. Masukan tersebut sangat penting sebagai dasar pertimbangan dalam merumuskan kebijakan pendidikan termasuk mengenai Ujian Nasional (UN). Ia juga menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada diskusi terkait UN untuk siswa di tingkat sekolah dasar dan menengah.
Di sisi lain, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) memberikan dukungan untuk pengembalian UN dengan catatan bahwa konsep pelaksanaannya perlu diperbaiki. PGRI berpendapat bahwa UN dapat berfungsi sebagai alat akuntabilitas yang efektif bagi institusi pendidikan. Mereka percaya bahwa dengan sistem yang lebih baik, UN dapat berkontribusi positif terhadap kualitas pendidikan di Indonesia dan membantu meningkatkan standar pendidikan nasional.
“Ujian Nasional harus menjadi alat yang mendukung peningkatan kualitas pendidikan” Pungkas Budi Santoso dari Perwakilan PGRI, pada 31 Oktober 2024.
Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Almarhum Buya Syafii Maarif yang pernah menyatakan kekhawatirannya, jika UN tidak diberlakukan ada kemungkinan tidak ada tolak ukur untuk mutu pendidikan ini.
“Nanti kalau tidak begitu ada ujian nasional, nanti para murid, para siswa itu tidak sungguh-sungguh lagi belajar,” ucapnya, pada 12 Desember 2019.
Perdebatan tentang sistem evaluasi pendidikan saat ini menyoroti dilema antara penilaian objektif dan pengembangan potensi siswa secara menyeluruh. Oleh karena itu, penting untuk menjalin dialog konstruktif antar semua pihak yang terlibat guna mencapai solusi yang lebih baik bagi sistem pendidikan. Keseimbangan antara standar nasional dan pengembangan kemampuan individu siswa adalah kunci untuk menciptakan sistem yang efektif dan inklusif.
Masyarakat dan pelaku pendidikan kini menantikan langkah konkret dari pemerintah terkait kebijakan ini. Mereka berharap pemerintah dapat merangkul aspirasi dari berbagai pihak dalam merumuskan kebijakan yang tidak hanya mempertimbangkan standar akademis, tetapi juga kebutuhan pengembangan karakter dan keterampilan sosial siswa.
“Kami ingin melihat evaluasi yang lebih holistik yang dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang kemampuan dan potensi siswa,” ungkap Rina seorang aktivis pendidikan, pada 31 Oktober 2024.
Keputusan akhir mengenai pengembalian Ujian Nasional akan memiliki dampak yang luas bagi siswa dan dunia pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk mendengarkan masukan dari berbagai pihak sebelum mengambil keputusan. Melalui pendekatan yang kolaboratif diharapkan sistem evaluasi pendidikan di Indonesia dapat menjadi lebih baik dengan menyesuaikan kebutuhan zaman.
Pemerintah dapat mengambil langkah yang tegas dan efektif mengingat bahwa UN bukan hanya sekadar alat evaluasi, tetapi juga cerminan dari sistem pendidikan secara keseluruhan. Keberlanjutan pendidikan yang berkualitas menjadi fokus utama dan kebijakan yang tepat diharapkan mampu menjawab tantangan yang ada.
Sumber :