Sebagai guru, saya merasa sudah saatnya menerapkan pendekatan deep learning atau pembelajaran mendalam dalam kelas. Selama ini, pembelajaran sering kali hanya menekankan hafalan dan penguasaan materi secara permukaan. Padahal, di era sekarang, anak-anak membutuhkan pemahaman yang lebih mendalam agar mampu berpikir kritis, analitis, dan kreatif. Inilah yang mendorong saya untuk mencoba metode deep learning, terutama ketika menghadapi persoalan literasi siswa.
Masalah literasi anak merupakan salah satu tantangan besar di kelas. Banyak siswa yang masih kesulitan memahami bacaan, menghubungkan informasi, bahkan mengekspresikan kembali isi materi dengan bahasa mereka sendiri. Akibatnya, meskipun mereka bisa membaca, pemahaman yang dihasilkan sering kali masih rendah. Kondisi ini jelas berpengaruh terhadap kemampuan mereka dalam belajar berbagai mata pelajaran.
Melalui pendekatan deep learning, saya mencoba menekankan proses pemahaman yang lebih mendalam dibanding sekadar membaca teks. Misalnya, setelah siswa membaca sebuah bacaan, mereka tidak langsung ditanya tentang detail teks, melainkan diajak berdiskusi: apa makna dari cerita tersebut, bagaimana kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, atau nilai apa yang bisa dipetik. Cara ini membuat mereka berpikir lebih jauh dan tidak hanya berhenti pada tahap mengenali kata.
Selain itu, saya lebih fokus pada cara penerapannya. Deep learning tidak harus selalu dengan metode rumit, tetapi bisa dilakukan melalui langkah-langkah sederhana dan konsisten. Contohnya, membiasakan siswa untuk membuat catatan reflektif setelah membaca, memberikan tugas proyek kecil berbasis teks, atau mengajak mereka menyusun pertanyaan kritis dari materi bacaan. Aktivitas semacam ini melatih siswa untuk lebih aktif mengolah informasi, bukan hanya menerima.
Pengalaman ini mengajarkan bahwa penerapan deep learning membutuhkan kesabaran sekaligus kreativitas. Guru harus mampu memberi pijakan awal agar anak-anak bisa melangkah, namun juga memberi ruang bagi mereka untuk mengeksplorasi sendiri. Dengan begitu, kemampuan literasi tidak hanya meningkat dari segi teknis membaca, tetapi juga dari sisi pemahaman, penalaran, dan keberanian menyampaikan ide.
Saya percaya, jika penerapan deep learning terus dikembangkan, masalah literasi anak akan perlahan teratasi. Anak-anak tidak hanya mampu membaca teks dengan lancar, tetapi juga memahami makna, menghubungkan dengan pengalaman, dan menggunakannya untuk berpikir kritis. Inilah bekal penting agar mereka dapat menghadapi tantangan zaman dengan lebih percaya diri dan kompeten.