Dalam dunia pendidikan saat ini, digitalisasi bukan lagi sekadar tren, tetapi sudah menjadi kebutuhan nyata yang tidak bisa dihindari. Perubahan ini tentu juga menyentuh lingkungan pesantren dan madrasah, tempat para santri menimba ilmu agama sekaligus membentuk karakter. Sebagai seorang guru di pesantren, saya menyadari bahwa tantangan terbesar dalam proses ini adalah keterbatasan sarana yang tersedia. Namun, keterbatasan itu tidak serta-merta menjadi penghalang untuk terus mendorong murid berkembang dalam bidang digitalisasi.
Sarana yang kurang maksimal memang seringkali menjadi kendala utama. Misalnya, akses internet yang terbatas, perangkat yang tidak memadai, hingga ruang belajar yang belum terintegrasi dengan teknologi. Akan tetapi, dari kondisi inilah muncul kesadaran baru bahwa seorang guru harus lebih kreatif dalam memanfaatkan apa yang ada. Hal ini mengajarkan kepada saya, bahwa digitalisasi bukan sekadar soal kecanggihan alat, melainkan juga soal pola pikir.
Saya mulai berusaha menanamkan kepada para santri bahwa belajar di era digital tidak harus selalu bergantung pada perangkat modern. Dengan bimbingan yang tepat, mereka bisa memanfaatkan kesempatan sekecil apa pun untuk berlatih. Misalnya, menggunakan gawai sederhana untuk mengakses materi tambahan, mendiskusikan isi artikel pendidikan, atau melatih kemampuan literasi digital melalui penulisan dan presentasi.
Pengalaman ini membuat cara berpikir saya lebih terbuka. Jika sebelumnya saya hanya fokus pada metode konvensional, kini saya lebih terdorong untuk mencari cara agar pembelajaran tetap relevan dengan kebutuhan zaman. Saya belajar untuk lebih fleksibel, sekaligus memahami bahwa tugas guru bukan hanya mentransfer ilmu, tetapi juga menyiapkan santri agar mampu menghadapi realitas dunia yang serba digital.
Saya percaya, meskipun sarana belum sempurna, membiasakan santri berpikir terbuka, kritis, dan adaptif terhadap perkembangan teknologi adalah modal berharga bagi mereka. Dengan begitu, mereka tidak hanya kuat dalam aspek spiritual, tetapi juga siap bersaing di dunia modern.
Digitalisasi di pesantren mungkin masih dalam tahap awal, namun langkah kecil ini adalah investasi besar untuk masa depan. Yang terpenting bukan seberapa canggih alat yang dimiliki, melainkan bagaimana semangat guru dan santri untuk terus belajar dan berkembang bersama di tengah tantangan zaman.